Pembelajaran sebagai Pilar Utama Pendidikan


Komisi Pendidikan untuk Abad XX1 (Unesco 1996: 85) melihat bahwa hakikat pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Selanjutnya dikemukakan bahwa pendidikan bertumpu pada 4 pilar, yaitu (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, larning to live with other, dan (4) larning to be.

Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan baik sebagai alat maupun sebagai tujuan. Sebagai alat, pengetahuan tersebut diharapkan akan memberikan kemampuan setiap orang untuk memahami berbagai aspek lingkungan agar mereka dapat hidup dengan harkat dan martabatnya dalam rangka mengembangkan keterampilan kerja dan berkomunikasi dengan berbagai pihak yang diperlukan.

Sebagai tujuan, maka pengetahuan terseubt akan bermanfaat dalam rangka peningkatan pembahaman, pengetahuan serta penemuan di dalam kehidupannya. Upaya-upaya ke arah pemerolehan pengetahuan ini tidak akan pernah ada batasnya, dan masing-masing individu akan secara terus menerus memperkaya pengetahuan dirinya dengan bebagai pengalaman yang diteimukan dalam kehidupannya. Upaya-upaya ini akna berlangsung secara terus-meneru yang pada gilirannya melahirkan kembali konsep belajar sepanjang hayat.Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan baik sebagai alat maupun sebagai tujuan. Sebagai alat, pengetahuan tersebut diharapkan akan memberikan kemampuan setiap orang untuk memahami berbagai aspek lingkungan agar mereka dapat hidup dengan harkat dan martabatnya dalam rangka mengembangkan keterampilan kerja dan berkomunikasi dengan berbagai pihak yang diperlukan. Sebagai tujuan, maka pengetahuan terseubt akan bermanfaat dalam rangka peningkatan pembahaman, pengetahuan serta penemuan di dalam kehidupannya. Upaya-upaya ke arah pemerolehan pengetahuan ini tidak akan pernah ada batasnya, dan masing-masing individu akan secara terus menerus memperkaya pengetahuan dirinya dengan bebagai pengalaman yang diteimukan dalam kehidupannya. Upaya-upaya ini akna berlangsung secara terus-meneru yang pada gilirannya melahirkan kembali konsep belajar sepanjang hayat.

Learning to do lebih ditekankan pada bagaimana mengajarkan anak-anak untuk mempraktikkan sega sesuaut ynag telah dipelajarinya dan dapat mengadaptkasikan pengetahuan-pengetahuan yang telha diperolehnya tersebut dengan pekerjaan-pekerjaan yang telah diperolehnya tesebut dengan pekerjaan-pekerjaan di masa depan. Memperhatikan secara cermat kemajuan-kemajuan serta perubahan-perubahan yang terjadi, maka pendidikan tidak cukup hanya dipandang sebagai transmisi atau melaksanakan tugas-tugas rutin, akan tetapi harus mengarah pada pemberian kemampuan untuk berbuat menjangkau kebutuhan-kebutuhan dinamis masa mendatang, karena lapangan kerja masa mendatang akan sangat tergantung pada kemampuan untuk mengubah kemajuan dalam pengetahuan yang melahirkan usaha atau pekerjaan-pekerjaan baru . hal ini akan mejadi tonggak penting untuk membentuk kemapuan, kemampuan serta kesadaran atas berkembagnnya ekonomi baru yang berbasis pengetahuan. Sebagaiman ajuga pada pilar pertama, maka belajar menerapkan sesuaut yang telah diketahui juga harus dilakukan secar terus-menerus, karena proses perubahan juga akan berjalan tanpa hentinya. Dengan keinginan yang kuat untuk belajar melakukan sesuatu, maka setiap orang kaan terlepas dari tindakan-tindakan yang tidak memiliki nilai-nilai posifit bagi kehidupannya, dan hal ini memiliki arti sangat peting bagi kehidupannya, dan hal ini memiliki arti sangat penting dalam memelihara proses dan lingkungan kehidupan yang meberikan ketentraman bagi diri orang lain.

Learning to live together, learning to live with other, pada dasarnya adalh mengajarkan, melatih dan membimbing peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui komunikasi yang baik, menjauhi prasangka-prasangka buruk terhadap orang lain serta menjauhi dan menghindari terjadinya perselisian dan konflik. Persaingan dalam misi ini harus dipandang sebagi upaya-upaya yang sehat untuk mencapai keberhasilan, bukan sebaliknya bahwa persaingan justru mengalahkan nilai-nilai kebersamaan bahwakn pengehancuran terhadap orang lain atau pihak lain untuk kepentingan sendiri. Dengan demikian diharapkan kedamaian dan keharmonisan hidup benar-benar dapat diwujudkan.

Dalam proses pembelajaran, pengembangan kemampuan berkomunikasi yang baik dengan guru dan sesama siswa yang dilandasi sikap saling menghargai harus perlu secara terus menerus dikembangakan di dalam setiap even pembelajaran. Kebiasaan-kebiasaan untuk bersedia seringkali kurang mendapat perhatian oleh guru, karena dianggap sebagai hal rutin yang berlangsung saja pada kegiatan sehari-hari. Padahal kemampuan ini tidak dapat berkembangan dengan baik begitu saja, akan tetapi membutuhkan latihan-latihan yang terbimbing dari guru. Kebiasaan-kebiasaan saling menghargai yang diprakteikkan di ruang-ruang kelas dan dilakukan secara terus-meneru akan menjadi bekal bagi siswa untuk dapat dikembangakan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat.

Learning to be, sebagaimana diungkapkan secara tegas oleh komisi pendidikan, bawhwa prinsip fundamental pendidikan handaknya mampu memberikan kontribusi untuk perkembangan seutuhnya setiap orang, jiwa dan raga, intelegensi, kepekaan, rasa etika, tanggung jawab pribadi dan nilai-niali spiritual. Semua manusia hendaklah diberdayaan untuk berfikir mandiri dan kritis dan mampu membuat keputusan sendiri dalam rangka menentukan sesuatu yang harus dilakukan (Komisi Internasional Pendidikan untuk Abad XX1 1996: 94). Kehawatiran yang mendalam terhadap terjadinya “dehumanisasi” sebagai akbiat terjadinya perubahan, merupakan salah satu peritmbangan mendasar untuk pentingnya penekanan kembali belajar untuk menjadi diri sendiri. Oleh sebab itu, melalui kegaitan pembelajaran, setiap siswa harus terus didorng agar mampu memberdayakan dirinya melalui laithan-latihan pemecahan masalah-masalahnya sendiri, mengambil keputusan sendiri dan memikul tanggun jawab sendiri. Dalam keadaan ini pendidikan dan pembelajaran hendaknya dapat memberikan kekuatan, membekali strategi dan cara agar siswa mampu memahami dunia sekitarnya serta mampu mengembangkan talenta yang dimiliknya untuk dapat hidup secara layak di tengah-tengah berbagai dinamika dan gejolak kehidupan maysarakat.

Keempat pilar pendidikan sebagaimana dipaparkan di atas, sekaligus merupakan misi dan tanggung jawab yang harus diemban oleh pendidikan. Melalui kegiatan belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bersama dan belajar menjadi sesorang atau belajar menjadi diri sendiri yang didasari keinginnan secara sungguh-sunguh maka akan semakin luas wawasan seseorang tentang pengetahuan, tentang nilai-nilai posifit, tentang orang lain serta tentang berbagai dinamika perubahan yang terjadi. Kesemuanya ini diharpkan menjadi modal fundamental bagi seseorang untuk mampu mengarahkan dirinya dalam berprilaku posifit berpijak pada nilai-nilai yang dia yakini kebenarannya, dan pada gilirannya akan semakin terbuka pikiran untuk melihat fakta-fakta yang benar dan yang salah, sesautu tindakan yang sesungguhnya merugikan ataupun membawa kemajuan bagi diri dan orang lain. Kemampuan-kemampuan tersebut juga akan membekali invidiu untuk mampu melihat secara nyata betapa konflik dan pertikaian-pertikaian telah memberikan banyak kerugian di dalam tatanan kehidupan masyarakat dan bangsa, dan merugikan diri serta lingkungannya. Pada sisi lain seseorang juga akan mampu melihat bagaimana suasana yang harmoni dapat memberikan kenyamanan dan ketentraman dalam hidup, sehingga memberikan banyak kesempatan bagi suatu masyarakat dan bangsa mencapai kemajuan-kemajuan yang lebih berarti bagi semua orang.

Submit Website to Search Engines - Add URL


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Facebook Twitter Delicious Digg Stumbleupon Favorites More