Perlunya Paradigma Baru Pendidikan


Untuk membangun masyarakat terdidik, masyarakat yang cerdas, maka mau tidak mau harus merubah paradigma dan sistem pendidikan. Formalitas dan legalitas tetap saja menjadi sesuaut yang penting. Formalitas dan legalitas tetap saja menjadi sesuatu yang penting, akan tetapi perlu diingat bahwa substansi juga bukan sesuatu yang bisa diabaikan hanya untuk mengejar tataran formal saja. Maka yang perlu dilakukan sekarang bukanlah menghapus formalitas yang telah berjalan melainkan menata kembali sistem pendidikan yang ada dengan paradigma baru yang lebih baik. Dengan pradigma baru, praktek pembelajaran akan digeser menjadi pembelajaran yang lebih bertumpu pada teori kognitif dan konstuktivistik. Pembelajarn akan berfokus pada pengembangan kemapuan intelektual yang berlangsung secara sosial dan kultural, mendorong siswa membangun pembahaman dan pengetahuannya sendiri dalam konteks sosial, dan belajar dimulai dari pengetahuan awal dan perspektif budaya. Tugas belajar didesain menantang dan menarik untuk mencapai derajat berpikir tingkat tinggi (Kamdi, 2008).

Dalam salah satu sambutannya, Mendiknas memberikan arah kebijakan mendasar dalam meletakkan kerangka bagi pembangungan masa mendatang. Dalam kesempatan tersebut dikemukakan bahwa paradigma pendidikan kita tidak sekedar menempatkan manusia sebagai alat produksi. Manusia harus dipandang sebagai sumber daya yang utuh. Pendidikan tidak boleh terjebak pada teori-teori ekonomi neoklasik, suatu teori yang menempatkan manusia sebagai alat-alat produksi, di mana penguasaan iptek bertujuan menopang kekuasaan dan kepentingan kapitalis. “Saya akan membawa pendidikan sebagai proses pembentukan manusia Indonesia seutuhnya “ (Kamdi, 2008:2).

Kelemahan terbesar dari lembaga-lembaga pendidikan dan pembelajran kita menurut Purwasasmita (2002: 132) karena pendidikant idak memiliki basis pengembangan budaya yang jelas. Lembaga pendidikan kita hanya dikembangankan berdasarkan model ekonomik untuk menghasilkan/membudaya manusia pekerja (abdi dalem) yang sudah disetel menurut tata nilai ekonomi yang berlatar (kapitalistik), sehingga tidak mengherankan bila keluaran pendidikan kita menjadi manusia pencari kerja dan tidak berdaya, bukan manusia kreatif pencipta keterkaitan kesejahteraan dalam siklus rangkaian manfaat yang seharusnya menjadi hal yang paling esensial dalam pendidikan dan pembelajaran.

Pemikiran-pemikiran yang positif memberikan arahan bahwa sudah selayaknya jika dunia pendidikan diarahkan pada upaya transformasi dan pengembangan prinsip-prinsip secara komprehensip dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Kepada pra peserta didik perlu diberi bekal pengetahuan serta nilai-nilai dasar sebagai suatu pendangan hidup yang sangat berguna untuk mengarungi kehidupan dalam masyarakat pluralis, baik dari aspek etnisitas, kultural, maupun agama. Jika dunia pendidikan berhasil melaksanakan tugas ini, maka pada gilirannya masyarakat kita di masa depan makin lama akan berkembang menjadi masyarakat yang berkualitas secara intelektual dan moral. Namun sebaliknya, jika gagal, maka kita tidak bisa berharap generasi di masa depan akan mampu menampilkan sosok bangsa yang cerdas serta mampu menjunjung nilai-nilai luhur budayanya.

Dalam proses pembelajan misalnya, pengembangan suasan kesetaraan melalui komunikasi dialogis yang transparan, toleran dan tidak arogan seharusnya terwujud di dalam aktivitas pembelajaran. Suasana yang memberi kesempatan luas bagi setiap peserta didik untuk berdialog dan mepertanyakan berbagai hal yang berkaitan dengan pengembangan diri dan potensinya. Hal ini menjadi sangat penting karena para pendidik juga adalah pemimpin yang harus mengakomodasi berbagai pertanyaan dan kebutuhan peserta didik secara transparan, toleran dan tidak arogan, dengan mebuka seluas-lusanya kesempatan-kesempatan dialog kepada peseta didik (Parkey 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemimpin yang mampu menumbuhkan suasana dialogis, kesetaraan dan tidak arogan atau nondefensif serta selalu beruapa mendorong sikap positif, akan dapat mendorong keefektifan proses pembelajaran (Goldmisth, 1996: 236). Para pendidik maupun peserta didik, sesuai dengan kapasitanya, harus berusaha untuk mampu saling menghargai dan menghormati pendapat atau pandangan orang lain. Karna itu suasana pendidikan harus diciptakan dalam rangka mengembangkan dialog-dialog kreatif dimana setiap peserta didik diberi kesempatan yang sama untuk diskusi, berdebat, mengajukan dan merespon berbagai persoalan yang muncul dalam setiap kegiatan pembelajaran. Yang terpenting adalah bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menjadi sebijaksana mungkin menurut kemampuannya masing-masing. Suasa kesetaraan perlu dikembangankan dengan berorientasi pada upaya mendorong peserta didik agar mampu menyelesaikan berbagai perbedaan yang ada di antara sesama secara harmonis dan rasional.

Dalam proses pembelajran, pengembangan potensi-potensi siswa harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Pengembangan potensi siswa secara tidak seimbang pada giliriannya menjadikan pendidikan cenderung lebih penduli pada pengembangan satu aspek kepribadian terentu saja, bersifat partikular dan parsial. Padahal sesungguhnya pertumbauhan dan perkembangan siswa merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh semua sekolah dan guru, dan itu berarti sangat keliru jika guru hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pelajaran pada bidang studinya saja (Gordon, 1997: 8). Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bahgsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diiginkan. Dari dimensi tersebut, peranan guru sluit digantikan oleh yang lain (Supriadi: 1998). Karenanya dalam proses pembelajaran di kelas, guru tidak cukup hanya berbekal pengetahuan berkenaan dengan bidang studi yang diajarkan, akan tetapi perlu memperhatikan aspek-aspek pembelajaran secara holistik yang mendukung terwujudnya pengembangan potensi-potensi peserta didik.

Menteri Pendidikan Nasional, melalui sambutannya pada seminar lokakarya nasional FORMOPPI – Balitbang Diknas 19 April 2005, bahkan mengemukakan bahwa secara fisiologis pendidikan ditangngan untuk melakukan redefinisi tentan tujuan, fungsi, dan hakikat pendidikan yang berperan sebagai “human educational for all human being”. Pendidikan harus memiliki keseimbangan dalam perannya membangun peserta didiks ebagai warga dunia, warga bangsa dan warga masyarakat. Dengan demikian, secara fisiologis arah pendidikan harus menyeimbangankan antara perkembangan golbal di satu sisi dan dan akar budaya dalam konteks lokal di sisi yang lain. Demikian pula arah pendidikan harus menyeimbangkan antara hal-hal yang akan berdimensi masa depan dengan hal-hal yang dimensi masa kini. Menurutnya secara substansi, arah pendidikan harus membekali peserta didik dengan kompetensi yang bersifat subject matter dan kompetensi lintas kurikulum (cross-curriculer competencies) yang diperlukan. Kompetensi subject matter berkaitan dengan mata pelajaran yang harus benar-benar dipilih oleh satuan pendidikan sebagai dasar peserta didik untuk memahami dan mengembangkan kompetensi didirnya. Kompentensi lintas kurikulum adalh kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan peserta didik sebagai individu, yang baik secara implisit mauun eksplisi terkait dengan berbagai mata pelajaran. Kemampuan lintas kurikulum yang sangat diperlukan antara lain kemampuan memecahkan masalah, komunikasi, hubungan sosial dan interpersonal, kemandirian, etika dan estetika. Kompetensi-kompetensi lintas kurikulum tersebut tidak dapat dipelajari secara spesifik melalui mata pelajaran, tetapi merupakan kemampuan yang diperoleh secara holistik dan integratif antar mata pelajaran. Dalam kehidupan yang semakin komplkes seringkali kompetensi lintas kurikulum merupakan instrumen yang sangat penting untuk dapat bertahan hidup (survival kit).

Secara pedagogis arah pendidikan terkait dengan pengembangan pendekatan dan metadologi proses pendidikan dan pembelajaran yang memanfaatkan berbagai sumber belajar (multi learning resources). Kehadiran teknologi informasi dan komuniksai dalam kehidupan telah mengubah pradigma pendidikan yang menembpatkan guru sebagai fasilitator dan agen pembelajaran di mana peserta didik dapat memiliki akses yang seluas-luasnya kepada beragam media untuk kepentingan pendidikannya.

so... apa komentar Anda.... :p

Submit Website to Search Engines - Add URL


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Facebook Twitter Delicious Digg Stumbleupon Favorites More